Apa Sebab Utama yang Menghalangi Kekhusyu-an Saat Shalat?
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah,
 Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah untuk Rasulullah
 –Shallallahu 'Alaihi Wasallam- keluarga dan para sahabatnya.
Khusyu' merupakan inti dan ruhnya 
shalat. Ia menentukan kesempurnaan pahalanya. Maka jika tidak ada 
kekhusyu'an atau berkurang sebagiannya, maka berkurang pula pahala 
shalat. Oleh karenanya, Nabi kita Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam memperingatkan persoalan ini dalam sebuah hadits shahih,
إِنَّ 
الْعَبْدَ لَيَنْصَرِفُ مِنْ صَلاتِهِ , وَمَا كُتِبَ لَهُ مِنْهَا إِلا 
عُشْرُهَا ، أَوْ تُسْعُهَا ، أَوْ ثُمْنُهَا ، أَوْ سُبْعُهَا ، أَوْ 
سُدْسُهَا ، أَوْ خُمْسُهَا ، أَوْ رُبْعُهَا ، أَوْ ثُلُثُهَا ، أَوْ 
نِصْفُهَا
"Sesungguhnya seorang hamba selesai 
dari shalatnya dan dia tidak mendapatkan dari shalatnya kecuali 
sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, 
seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, atau setengahnya." (Muyskil al-Atsar milik Al-Thahawi. Abu Dawud meriwayatkan yang serupa dalam Sunannya yang dihassankan Syaikh Al-Albani)
Para ulama menjelaskan maknanya, 
seseorang selesai dari mengerjakan shalat dan tidak mendapatkan pahala 
dari shalatnya tersebut kecuali sepersepuluh pahalanya, atau 
sepersembilannya, atau seperdelapannya dan seterusnya. Ini memberikan 
makna, sulit sekali untuk mendapatkan kekhusyu-an. Maka wajarlah jika 
Allah menyifati orang-orang beriman yang mendapatkan keberuntungan 
adalah mereka yang khusyu' dalam shalatnya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya." (QS. Al-Mukminun: 1-2)
Para ulama telah menjelaskan kiat-kiat 
agar khusyu' dalam shalat; apa saja yang bisa membantu hadirnya 
kekhusyu-an dan apa saja yang bisa menghilangkan dan melemahkannya.
Di antara sebab utama seseorang 
kehilangan kekhusyu-an dalam shalatnya, yaitu hati sibuk dengan 
memikirkan urusan selain shalat saat mengerjakan shalat. Padahal saat 
memulai shalat ia diingatkan dengan zikir yang paling agung, yaitu 
Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Ini seolah-olah –wallahu a'lam- ia 
diingatkan bahwa di sana tidak ada urusan yang lebih penting dan lebih 
besar dari Allah Ta'ala. Selain-Nya adalah kecil dan harus dikalahkan 
dengan urusan yang sedang ditekuninya ini, yakni munajat kepada Allah.
Allahu Akbar 
dibaca pada takbir pembuka shalat (takbiratul ihram) dan diulang-ulang 
pada setiap perpindahan dari satu rukun kepada rukun berikutnya -kecuali
 bangkit dari ruku'- untuk mengingatkan orang yang shalat tadi, bahwa 
urusan dengan Allah adalah urusan paling besar dan paling penting dari 
setiap sesuatu dilihatnya, didengarnya, disukainya dari urusan dunia. 
Maka jika seorang yang sedang shalat hatinya berpaling kepada 
urusan-urusan tadi maka ia telah dilalaikan dari shalatnya dan khusyu' 
di dalamnya. Maka saat seseorang lalai atau hatinya berpaling kepada 
selain shalat ia diingatkan dengan kalimat ini, Allahu Akbar (Allah Maha
 Besar). Sehingga merenungi zikir ini sangatlah penting.
Dari sini juga menuntut agar seseorang 
memahami betul apa ucapan dan gerakannya saat shalat. Ia harus memahami 
dan merenungi setiap bacaan, zikir, dan doanya. Hatinya harus hadir 
bermunajat langsung dengan Allah Ta'ala seolah-olah ia melihat-Nya, 
karena sesungguhnya seseorang yang shalat ia bermunajat kepada Rabb-nya.
 Wallahu Ta'ala A'lam.